Suka berbohong tanda pasangan manipulatif?
Ciri-ciri pasangan yang suka berbohong
Mendeteksi kebohongan tidaklah mudah. Bahkan, hingga saat ini tidak ada tes kejujuran yang benar-benar bisa memastikan apakah seseorang berbohong atau tidak.
Penelitian dalam jurnal Frontiers in Psychiatry (2019) juga menemukan bahwa hanya ada 54% orang yang mampu mendeteksi kebohongan secara akurat.
Namun, pasangan yang sering berbohong mungkin bisa dikenali lewat beberapa ciri berikut ini.
Meski demikian, perilaku di atas tidak selamanya menjadi ciri-ciri orang yang berbohong. Perilaku tersebut dapat juga muncul akibat perasaan gugup atau cemas.
Oleh sebab itu, penting untuk tidak langsung menarik kesimpulan bahwa istri atau suami Anda suka berbohong tanpa mempunyai bukti yang jelas.
Mengapa pasangan suka berbohong?
Secara umum, alasan orang berbohong adalah untuk melindungi dirinya sendiri atau orang lain yang ia bohongi. Berbohong merupakan salah satu cara untuk menghindari konflik.
Orang yang suka bohong tidak mampu mengelola konflik. Mereka juga biasanya kurang pandai dalam mencari solusi sehingga lebih suka jalan pintas, yakni berbohong.
Berbohong dalam hubungan pernikahan sering kali dimulai dari hal sepele, misalnya rasa malu atau tidak enak untuk menceritakan sesuatu pada pasangan.
Sebagai contoh, pasangan Anda baru berbelanja suatu barang yang amat mahal. Karena tidak mau bertengkar dengan Anda, ia pun lebih memilih untuk berbohong.
Padahal, sebenarnya pasangan Anda tidak harus bohong. Bisa saja ia mengompensasi belanjaan itu dengan cara berhemat selama beberapa bulan ke depan.
Kebohongan di dalam rumah tangga juga bisa dilatarbelakangi motif lain, seperti rasa tidak nyaman dengan pasangan, emosi yang dipendam, hingga perselingkuhan.
#2 Tidak Nyaman Membicarakan Keuangan
Beberapa suami merasa risih atau tidak nyaman ketika membicarakan masalah keuangan. Hal ini bisa membuat mereka cenderung menghindar atau tidak terbuka mengenai kondisi keuangan yang sebenarnya.
#4 Kurangnya Transparansi
Tanda-tanda suami tidak jujur bisa terlihat dari kurangnya transparansi dalam hal pendapatan dan pengeluaran. Ini sering kali memicu keributan dalam rumah tangga karena ketidakpercayaan yang tumbuh dari ketidakjujuran tersebut.
#5 Buat Sistem Keuangan Bersama
Ciptakan sistem keuangan yang transparan, seperti rekening bersama atau laporan bulanan, untuk menghindari kecurigaan dan meningkatkan kepercayaan.
Akan lebih baik jika Anda mempertimbangkan untuk mendapatkan bantuan profesional. Seorang konselor keuangan dapat membantu Anda berdua memahami masalah keuangan dan bagaimana cara mengatasinya.
Untuk hal ini, Anda bisa konsultasikan dengan saya atau Perencana Keuangan Finansialku lainnya. Hubungi dan buat janji konsultasi melalui nomor WhatsApp 0851 5866 2940.
Banyak Menghabiskan Waktu di Luar Rumah
Tanda-tanda suami selingkuh lainnya adalah lebih senang menghabiskan waktu di luar rumah. Hal ini bisa dilihat dari kegiatan baru yang dilakukan di luar kebiasaannya secara tiba-tiba tanpa menceritakannya kepadamu.
#2 Pahami Alasan di Balik Ketidakjujuran
Suami mungkin merasa istri terlalu posesif atau curiga, sehingga menyembunyikan masalah keuangan. Mengetahui alasan ini dapat membantu Anda mendekati masalah dengan lebih empati.
[Baca Juga: Istri Bingung Suami Kerja Apa, Gajinya Cuma Rp 200 Ribu?]
Yuk, Bangun Ulang Kepercayaan!
Bunda, membangun ulang kepercayaan membutuhkan waktu dan kesabaran. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting, serta komitmen untuk memperbaiki situasi bersama-sama.
Dengan mengambil langkah-langkah di atas, Anda dan pasangan dapat bekerja sama untuk mengatasi kebohongan finansial dan membangun kembali fondasi yang kuat untuk masa depan keuangan dan hubungan yang lebih sehat.
Ingatlah bahwa kesalahan adalah kesempatan untuk belajar dan tumbuh bersama, dan dengan upaya bersama, Anda dapat mengatasi tantangan ini. Semangat!
Bila tips di atas belum membantu, Anda juga bisa berkonsultasi dengan saya atau perencana keuangan Finansialku lainnya sebagai penengah yang netral untuk mengatasi permasalahan keuangan Anda dan suami. Hubungi melalui nomor WhatsApp 0851 5866 2940.
Disclaimer: Finansialku adalah perusahaan perencana keuangan di Indonesia yang melayani konsultasi keuangan bersama Certified Financial Planner (CFP) seputar perencanaan keuangan, rencana pensiun, dana pendidikan, review asuransi dan investasi.
Finansialku bukan platform pinjaman online dan tidak menerima layanan konsultasi di luar hal-hal yang disebutkan sebelumnya. Artikel ini dibuat hanya sebagai sarana edukasi dan informasi.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Jangan lupa bagikan informasi ini kepada pasangan suami-istri lainnya yang memiliki permasalahan serupa. Terima kasih.
Suami-Suami yang Suka Memukul—Tinjauan dari Dekat
DENGAN suara bulat para ahli menyetujui bahwa pria yang suka memukul istri pada dasarnya mempunyai ciri-ciri yang sama. Para dokter, ahli hukum, polisi, pejabat pengadilan, dan karyawan di bidang kemasyarakatan—yang pekerjaannya membuat mereka sehari-hari berhubungan dengan kekerasan dalam keluarga—semuanya menyetujui hal ini. Seorang pejabat pengadilan mengatakan, ”Cinta kepada diri sendiri—itulah ciri utamanya. Persamaan (analogi) antara pemukul istri dan seorang anak kecil benar-benar luar biasa. Kisah mengenai ledakan kemarahan diceritakan oleh setiap wanita yang saya tangani. Si pemukul dapat berhubungan secara baik dengan dunia hanya jika dunia ini dapat memenuhi kebutuhannya.” Pejabat ini menyebut si pemukul ”sosiopatis” (sociopathic), yang berarti ia tidak mampu mempertimbangkan akibat dari tindakannya.
”Hal yang menarik,” kata seorang penulis, ”pria yang suka menganiaya pada umumnya memiliki citra diri yang sangat rendah, perasaan yang sama yang mereka coba paksakan ke dalam diri korban mereka.” ”Sifat menguasai dan cemburu, juga ketidakmampuan seks dan perasaan rendah diri, adalah ciri-ciri umum dari pria yang suka memukul wanita,” kata seorang wartawan. Menyetujui ciri-ciri seorang penganiaya istri, seorang psikiater terkemuka menambahkan pendapatnya, ”Pemukulan adalah salah satu cara dari pria yang rendah diri untuk membuktikan kejantanannya.”
Jelaslah bahwa seorang pria penganiaya akan menggunakan kekerasan sebagai alat untuk mempertahankan kendali dan memperlihatkan kekuasaan atas teman hidupnya. Seorang penganiaya istri menyatakan, ”Jika kami berhenti memukul, kami akan kehilangan kendali. Dan hal itu sama sekali tidak boleh terjadi, dan tidak bisa diabaikan.”
Sering, tanpa alasan, suami yang suka memukul mempunyai sifat ingin memiliki yang tidak masuk akal dan merasa cemburu. Ia mungkin mengkhayalkan hubungan yang romantis antara istrinya dengan pengantar pos, pengantar susu, teman dekat keluarga, atau siapa saja yang ditemui istrinya. Sekalipun ia memperlakukan istrinya dengan kasar, menyakiti tubuhnya, ia sangat kuatir akan perpisahan atau kehilangan istrinya. Jika istri yang dianiaya mengancam untuk meninggalkan dia, ia mungkin berbalik mengancam akan membunuhnya dan kemudian bunuh diri.
Perasaan cemburu sering muncul pada waktu sang istri hamil. Suami bisa jadi merasa terancam akan kemungkinan bahwa kasih sayang istrinya akan berpindah darinya, bahwa sang bayi akan menjadi pusat perhatian. Banyak wanita yang dipukul melaporkan bahwa tanda pertama dari penganiayaan oleh suami adalah ketika suami mereka memukul perut dengan sangat keras selama masa kehamilan yang pertama. ”Perasaan cinta kepada diri sendiri (narsisisme) yang dimiliki suami akan menyebabkan ia benar-benar ingin membunuh bakal anak tersebut,” kata seorang pejabat pengadilan.
Segi lain dari ciri-ciri pemukul istri adalah siklus kekerasan yang dialami, sebagaimana diteguhkan oleh banyak istri yang dipukul. Pada tahap pertama, suami mungkin hanya akan menggunakan caci-maki atau bahasa kotor. Ia mungkin mengancam akan mengambil anak-anak dari istrinya, dengan mengatakan bahwa istrinya tidak akan melihat anak-anak lagi. Karena merasa terancam, sang istri akan mengakui bahwa segala sesuatu adalah salah dia, bahwa dialah penyebab dari perlakuan kasar suaminya. Kini ia berada di bawah telapak tangan suaminya. Sang suami memegang kendali. Namun ia harus memiliki kekuasaan yang lebih besar. Tahap pertama ini dapat timbul setiap saat setelah perkawinan—kadang-kadang hanya dalam beberapa minggu setelahnya.
Tahap kedua mungkin akan disertai ledakan kekerasan—menendang, meninju, menggigit, menarik rambut, membanting istrinya ke lantai, mengadakan hubungan seks dengan cara yang sangat kasar. Untuk pertama kali, sang istri menyadari bahwa itu bukan salah dia. Ia berpikir bahwa penyebabnya mungkin berasal dari luar—stress di tempat kerja atau ketidakcocokan dengan teman-teman sekerja.
Segera setelah ledakan kekerasan tersebut, sang istri dihibur oleh penyesalan suaminya. Sang suami kini berada pada tahap ketiga dari siklus tersebut. Ia melimpahi istrinya dengan hadiah-hadiah. Ia memohon pengampunannya. Ia berjanji bahwa hal tersebut tidak pernah akan terjadi lagi.
Namun hal itu terjadi lagi, dan berulang kali. Tidak ada lagi penyesalan. Sekarang hal itu menjadi cara hidup. Ia selalu mengancam akan membunuh istrinya jika sang istri mengancam akan meninggalkan rumah. Ia kini berada dalam kekuasaan penuh suaminya. Ingat kata-kata seorang pemukul istri yang tadi dikutip, ”Jika kami berhenti memukul, kami akan kehilangan kendali. Dan hal itu sama sekali tidak boleh terjadi.”
Pria yang suka memukul istri selalu akan mempersalahkan teman hidup mereka karena memancing pemukulan. Seorang direktur program dari biro jasa bantuan untuk wanita-wanita yang dipukul melaporkan, ”Si pemukul akan mengatakan kepada pasangan wanitanya, ’Kamu tidak melakukan hal ini dengan benar, karena itu saya memukulmu.’ Atau, ’Makan malam terlambat, itulah sebabnya saya memukulmu.’ Selalu sang wanita yang salah dan jika tindakan mempermainkan emosi tersebut berlangsung selama bertahun-tahun, sang wanita dicuci otak untuk mempercayainya.”
Seorang istri diberitahu oleh suaminya bahwa dialah yang memancing perlakuan-perlakuan kasar tersebut melalui hal-hal yang ia lakukan dengan salah. ”Dengan meningkatnya kekerasan, meningkat pula dalih-dalihnya. Dan selalu dikatakan, ’Lihat apa yang telah saya lakukan gara-gara kamu. Mengapa kamu ingin agar saya melakukan kekerasan seperti ini?’”
Seorang bekas pemukul istri, yang ayahnya juga suka memukul istri, mengatakan, ”Ayah saya tidak pernah dapat mengakui bahwa ia salah. Ia tidak pernah meminta maaf atau mau bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. Ia selalu menyalahkan korbannya.” Putranya juga mengakui, ”Saya menyalahkan istri saya sebagai penyebab semua penganiayaan yang diterimanya.” ”Selama 15 tahun,” kata yang lain, ”saya menganiaya istri saya karena ia seorang Saksi Yehuwa. Saya menyalahkan istri saya untuk segala sesuatu. Saya tidak menyadari bahwa apa yang saya perbuat begitu jahat sampai saya mulai belajar Alkitab. Sekarang hal itu menjadi kenangan yang buruk dalam hidup saya. Saya mencoba untuk melupakannya, namun hal itu selalu ada dalam ingatan saya.”
Kisah mengenai ayah dan anak, yang kedua-duanya suka memukul istri, bukan hal yang unik. Hal tersebut, sebaliknya, merupakan ciri-ciri umum dari suami yang suka memukul. Sang anak mengakui bahwa pemukulan istri telah berlangsung 150 tahun dalam keluarganya, seolah-olah diteruskan dari ayah ke anak. Menurut Koalisi Nasional Melawan Kekerasan dalam Keluarga (di A.S.), ”dari antara anak-anak yang menyaksikan kekerasan di rumah, 60 persen dari anak laki-laki akhirnya menjadi pemukul istri dan 50 persen dari anak-anak perempuan menjadi korbannya”.
Seorang penulis surat kabar mengatakan, ”Sekalipun mereka mungkin tidak kena pukul dan tidak memperlihatkan gangguan secara lahiriah, anak-anak ini telah mempelajari sesuatu yang mungkin tidak pernah akan mereka lupakan, bahwa mengatasi problem dan stress dengan cara kekerasan dapat diterima.”
Mereka yang menyediakan penampungan bagi wanita-wanita yang dipukul mengatakan bahwa anak laki-laki yang pernah melihat ibu mereka dipukul oleh ayah mereka sering berlaku kasar terhadap ibu mereka atau mengancam akan membunuh saudara-saudara perempuan mereka. ”Ini bukan hanya permainan anak-anak,” kata seseorang. ”Itu niat yang sungguh-sungguh.” Setelah melihat orang-tua mereka menggunakan kekerasan untuk mengatasi kemarahan, anak-anak menganggap itu sebagai satu-satunya pilihan mereka.
Ada sebuah lagu anak-anak (dalam bahasa Inggris) yang mengatakan bahwa anak-anak perempuan terbuat dari ”gula dan penyedap, dan segala sesuatu yang enak”. Anak-anak perempuan ini kelak tumbuh menjadi ibu dan istri, yang kepadanya sang suami mengatakan ’saya tidak dapat hidup tanpa engkau’. Jadi, jelas sekali bahwa keadilan menentang tindakan penganiayaan terhadap istri, namun keadilan siapa—manusia atau Allah?
Kebohongan adalah masalah serius, terlebih dalam sebuah hubungan pernikahan. Mendapati suami atau istri yang suka berbohong tentu menghilangkan kepercayaan yang sudah dibangun.
Nah, berikut adalah beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk menghadapi pasangan yang suka berbohong.
Solusi Mengatasi Suami Suka Berbohong Masalah Uang
Banyak pasangan yang merasa enggan untuk terbuka mengenai masalah keuangan rumah tangga sejak awal pernikahan. Hal tersebut kemudian dapat menyebabkan “perselingkuhan” finansial dalam rumah tangga. Padahal, keterbukaan dalam hal keuangan sangat penting dalam pernikahan.
Kurangnya kepercayaan dan komunikasi yang buruk dalam hal finansial dapat menjadi pemicu masalah keuangan keluarga. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah berikut untuk mengatasi kebohongan finansial yang dilakukan suami: